Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Pengikut

RSS

Dibawah Pohon Kamboja


  Udara siang ini cukup dingin padahal jam baru menunjukkan pukul 16.00 WIB. Suasana mendung dan awan yang yang tebal makin membuat setiap orang untuk segera sampai dirumah, tanda-tanda hujan akan segera turun.
Hmmm, tak terkecuali dengan diriku ingin segera pulang dan sampai dirumah dengan selamat. Ku melangkahkan kaki dengan tergesa-gesa, mungkin ada baiknya kalau aku lewat jalan pintas saja biar cepat sampai, pikirku. Setahu aku ada jalan pintas yang menghubungkan antara satu kampung dengan kampung yang lainnya, kembali ku mengingat jalan yang dulu pernah aku lewati setelah hampir sepuluh tahun terakhir ini tak pernah aku pijak.
Ditengah perjalanan tiba-tiba hujan turun, seakan diguyurkan dari langit. Akupun berlari mencari tempat untuk berteduh, setengah berlari melewati kebun-kebun yang rimbun. Ternyata tempat ini jauh berbeda dengan yang dulu, terlihat tak terawat dan gelap. Hingga akhirnya aku menemukan pohon besar yang bisa aku gunakan untuk berteduh sementara dari guyuran hujan yang semakin besar. Tepat disamping sebuah pemakaman umum yang memisahkan antara kampungku dengan kampung sebelah. Dalam keadaan yang basah kuyup, aku berdiri di bawah pohon rindang. Sambil melihat ke sekeliling mungkin saja ada orang yang lewat dan membawa payung sehingga aku bisa ikut pulang bareng dengannya.
Penglihatanku tertegun saat tak sengaja aku menengok ke pemakaman tersebut, ternyata ada dua orang anak kecil seusia 9 tahunan sedang berteduh dibawah pohon kamboja sambil menggenggam plastik hitam. Aku berfikir, kira-kira apa yang sedang mereka lakukan dipemakaman seperti ini? Dibawah rintik-rintik hujan yang belum juga mereda.
Sejam telah berlalu, hujan sudah mulai reda tinggal sisa-sisa yang membasahi dedaunan. Karena penasaran, akhirnya aku menghampiri 2 orang anak di pemakaman itu. Mereka tampak menggigil kedinginan dengan baju yang basah. Ku beranikan diri untuk menyapanya,
“Adek, lagi ngapain? Tanyaku dengan tersenyum.”
            “Nggak ngapa2in mbak! Jawabnya mereka secara bersamaan, terlihat jelas olehku matanya yang polos seakan menanyakan siapa aku.”
            “Nggak usah takut, kenalkan nama saya Zahra, kalian siapa? Tanyaku.”
            “Saya Nina dan ini teman saya namanya Riri, jawabnya.”
            “Oh, adek orang mana? Kenapa bisa disini? Tanyaku secara beruntun.”
            “Dari kampung sebelah mbak, tadi hujan jadi kami berteduh dulu disini,”
            “Terus itu bawa apa? Ada yang bisa mbak bantu?”
            “Ini bawa bunga kamboja, mbak, mau di jual! Kata Nina.”
            “Dijual?? Orang tua kalian dimana? Tanyaku heran.”
            “Iya, mbak. Tadi kami mengumpulkan bunga kamboja yang sudah berguguran, rencananya kami akan jual ke nenek Sukiyem. Biasanya bunga kambojanya dijemur samapai kering terus dijual lagi sama beliau ke pasar. Bunga kambojakan bisa dijadikan bahan pembuatan teh dan kosmetik juga bisa, jelas Riri panjang lebar.”
            “Nina, udah nggak punya siapa-siapa lagi mbak, sekarang tinggal sama nenek saja. Karena nenek nggak punya penghasilan yang tetap bahkan sering kekurangan jadi Nina pengen bisa membantu untuk sedikit meringankan beban nenek dengan cara seperti ini, mbak, cerita Nina.”
            “Ya meskipun hasilnya tidak banyak sih mbak tapi setidaknya ada sedikit pemasukan minimal bisa untuk beli beras buat makan sehari-hari, tambahnya lagi.
            “Kalau orang tua Riri, kemana?”
            “Bapak dan ibu Riri udah cerai mbak, setelah mereka berpisah udah nggak pernah pulang lagi. Sekarang Riri tinggal sama paman, adiknya Ibu.”

Kerongkonganku seakan kering mendengar jawabannya, aku tak tahu harus bilang apa lagi. Pipiku serasa memanas, oleh air mata yang tak bisa ku bendung lagi. Untung hujan masih menyisakan rintik-rintik kecil sehingga tak kelihatan bahwa air mataku mengalir mendengar apa yang mereka katakan. Sungguh tak ku sangka anak sekecil itu bisa mengalami beban seberat itu.
Dengan terbata-bata aku bertanya,

            “Kalian sudah makan?”
            “Belum mbak, tadi pulang dari sekolah kami langsung kesini takut hujan, ternyata malah hujan beneran.”
            “Kalau gitu, main ke rumah mbak dulu yuk!, ajakku sambil tersenyum.”
Mereka saling berpandangan, seakan mempertimbangkan ajakanku.
            “Ayolah, tak ada siapa-siapa di rumah. Anggap saja ini undangan dari teman baru, kataku untuk meyakinkannya.”
            “Baik, mbak”
Sepanjang perjalanan pulang tak banyak yang kami bicarakan. Tapi ada banyak hal yang ingin aku lakukan untuk bisa membantu dan mewujudkan keinginannya terutama sekolahnya. Sampai nanti mereka dapat cita-cita, berguna untuk masyarakat, bangsa dan Negara. Ya Allah, bantulah hambaMU ini….
           
           











                                      

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar