Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Pengikut

RSS

MET ULTAH

Sahabat, tak terasa waktu begitu cepat berlalu.
 Menyisakan kenangan yang takkan terlupa.
Mengukir sejarah dalam perjalanan hidup kita.
Mewarna seindah pelangi

Selamat datang sahabat,
Pada kehidupan kita yang baru
Pada setiap cerita yang akan menghiasi
Pada kedewasaan yang  mesti kita genggam dalam diri
Pada angan-angan dan harapan yang menuntut kita tuk mengejarnya

Sahabat,
Hari ini bukanlah akhir
Tapi hanya sebuah tanda dari perjalanan kita yang selanjutnya
Mengarungi kehidupan yang begitu luas
Menapaki jalan yang terkadang terasa terjal
Tak selalu seperti yang kita harapkan

Sahabat,
Semua rasa yang hadir dalam hidup kita
Yang terkadang senang, bahagia, gembira, tertawa, menangis, kesal, marah, benci dll
Tersenyumlah, karena semua  rasa itu berkenan singgah dalam hati kita
Silih berganti dan tak pasti
Membentuk kita untuk selalu siaga dalam berbagai situasi
Dan semua itu Tuhan anugerahkan
Sebagai bentuk dari kasih sayangNYA
Karena kita begitu berharga di mataNYA….

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BATU KECIL

Seorang pekerja pada proyek bangunan memanjat ke atas tembok yang sangat tinggi. Pada suatu saat, ia harus menyampaikan pesan penting kepada teman kerjanya yang ada di bawahnya. Pekerja itu berteriak-teriak, tetapi temannya tidak bisa mendengarnya karena suara bising dari mesin2 dan orang yang bekerja, sehingga usahanya sia2 saja.


Oleh karena itu untuk menarik perhatian orang di bawahnya, ia mencoba melemparkan uang logam di depan temannya. Temannya berhenti bekerja, mengambil uang itu lalu bekerja kembali. Pekerja itu mencoba lagi, tetapi usaha yang kedua memperoleh hasil yang sama. Tiba2 ia mendapat ide, ia mengambil batu kecil lalu melemparkannya pada orang itu. Batu itu tepat mengenai kepala temannya. Karena merasa sakit temannya menengadahkan kepalanya ke atas? Sekarang pekerja itu dapat melemparkan catatan yang berisi pesannya.


Allah kadang kala menggunakan cobaan2 ringan untuk membuat kita menengadahkan kepada-Nya. Seringkali Allah melimpahkan kita rahmat tapi hal itu tidak cukup membuat kita untuk menengadah kepada-Nya.




(Muslimorfosis)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

8 KETERAMPILAN MENGAJAR

Seorang guru professional telah mengikuti beberapa pelatihan yang berkaitan dengan keterampilan dasar mengajar. Dalam keterampilan dasar mengajar tersebut ada 8 keterampilan yang dapat digunakan guru selama proses belajar mengajar yaitu; keterampilan bertanya, keterampilan memberikan penguatan, keterampilan mengadakan variasi, keterampilan menjelaskan, keterampilan membuka dan menutup pelajaran, ketrampilan membimbing diskusi kelompok kecil, keterampilan mengelola kelas, ketrampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan. Turney (1973) mengemukakan 8 (delapan) keterampilan dasar mengajar, yakni:

1. Ketrampilan Bertanya
Ada yang mengatakan bahwa “berpikir itu sendiri adalah bertanya”. Bertanya merupakan ucapan verbal yang meminta respon dari seseorang yang dikenal. Respon yang di berikan dapat berupa pengetahuan sampai dengan hal-hal yang merupakan hasil pertimbangan. Jadi bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berpikir. Dalam proses belajar mengajar, bertanya memainkan peranan penting sebab pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang tepat akan memberikan dampak positif. Pertanyaan yang baik di bagi manjadi dua jenis, yaitu pertanyaan menurut maksudnya dan pertanyaan menurut taksonomo Bloom. Pertanyaan menurut maksudnya terdiri dari : Pertanyaan permintaan ( compliance question), pertanyaan retoris (rhetorical question), pertanyaan mengarahkan atau menuntun (prompting question) dan pertanyaan menggali (probing question). Sedangkan pertanyaan menurut taksonomi Bloom, yaitu: pertanyaan pengetahuan (recall question atau knowlagde question), pemahaman (conprehention question), pertanyaan penerapan (application question), pertanyaan sintetis ( synthesis question) dan pertanyaan evaluasi (evaluation question). Untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, guru perlu menunjukkan sikap yang baik pada waktu mengajukan pertanyaan maupun ketika menerima jawaban siswa. Dan harus menghindari kebiasaan seperti : menjawab pertanyaan sendiri, mengulang jawaban siswa, mengulang pertanyaan sendiri, mengajukan pertanyaan dengan jawaban serentak, menentukan siswa yang harus menjawab sebelum bertanya dan mengajukan pertanyaan ganda. Dalam proses belajar mengajar setiap pertanyaan, baik berupa kalimat tanya atau suruhan yang menuntut respons siswa sehingga dapat menambah pengetahuan dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, di masukkan dalam golongan pertanyaan. Ketrampilan bertanya di bedakan atas ketrampilan bertanya dasar dan ketrampilan bertanya lanjut. Ketrampilan bertanya dasar mempunyai beberapa komponen dasar yang perlu diterapkan dalam mengajukan segala jenis pertanyaan. Komponen-komponen yang di maksud adalah : Pengungkapan pertanyaan secara jelas dan singakat, Pemberian acuan, pemusatan, Pemindah giliran, Penyebaran, Pemberian waktu berpikir dan pemberian tuntunan.Sedangkan ketrampilan bertanya lanjut merupakan lanjutan dari ketrampilan bertanya dasar yang lebih mengutamakan usaha mengembangkan kemampuan berpikir siswa, memperbesar pertisipasi dan mendorong siswa agar dapat berinisiatif sendiri. Ketrampilan bertanya lanjut di bentuk di atas landasan penguasaan komponen-komponen bertanya dasar. Karena itu, semua komponen bertanya dasar masih dipakai dalam penerapan ketrampilan bertanya lanjut. Adapun komponen-komponen bertanya lanjut itu adalah : Pengubahan susunan tingkat kognitif dalam menjawab pertanyaan, Pengaturan urutan pertanyaan, Penggunaan pertanyaan pelacak dan peningkatan terjadinya interaksi

2. Ketrampilan Memberikan Penguatan
Penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk respons, apakah bersifat verbal ataupun non verbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan memberikan informasi atau umpan balik (feed back) bagi si penerima atas perbuatannya sebagai suatu dorongan atau koreksi. Penguatan juga merupakan respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut.Penggunaan penguatan dalam kelas dapat mencapai atau mempunyai pengaruh sikap positif terhadap proses belajar siswa dan bertujuan untuk meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan kegiatan belajar serta membina tingkah laku siswa yang produktif. Ketrampilan memberikan penguatan terdiri dari beberapa komponen yang perlu dipahami dan dikuasai penggunaannya oleh mahasiswa calon guru agar dapat memberikan penguatan secara bijaksana dan sistematis.Komponen-komponen itu adalah : Penguatan verbal, diungkapkan dengan menggunakan kata-kata pujian, penghargaan, persetujuan dan sebagainya. Dan penguatan non-verbal, terdiri dari penguatan berupa mimik dan gerakan badan, penguatan dengan cara mendekati, penguatan dengan sentuhan (contact), penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan, penguatan berupa simbol atau benda dan penguatan tak penuh. Penggunaan penguatan secara evektif harus memperhatikan tiga hal, yaitu kehangatan dan evektifitas, kebermaknaan, dan menghindari penggunaan respons yang negatif.

3. Ketrampilan Mengadakan Variasi
Variasi stimulus adalah suatu kegiatan guru dalam konteks proses interaksi belajar mengajar yang di tujukan untuk mengatasi kebosanan siswa sehingga, dalam situasi belajar mengajar, siswa senantiasa menunjukkan ketekunan, serta penuh partisipasi. Variasi dalam kegiatan belajar mengajar dimaksudkan sebagai proses perubahan dalam pengajaran, yang dapat di kelompokkan ke dalam tiga kelompok atau komponen, yaitu : - Variasi dalam cara mengajar guru, meliputi : penggunaan variasi suara (teacher voice), Pemusatan perhatian siswa (focusing), kesenyapan atau kebisuan guru (teacher silence), mengadakan kontak pandang dan gerak (eye contact and movement), gerakan badan mimik: variasi dalam ekspresi wajah guru, dan pergantian posisi guru dalam kelas dan gerak guru ( teachers movement). - Variasi dalam penggunaan media dan alat pengajaran. Media dan alat pengajaran bila ditunjau dari indera yang digunakan dapat digolongkan ke dalam tiga bagian, yakni dapat didengar, dilihat, dan diraba. Adapun variasi penggunaan alat antara lain adalah sebagai berikut : variasi alat atau bahan yang dapat dilihat (visual aids), variasi alat atau bahan yang dapat didengart (auditif aids), variasi alat atau bahan yang dapat diraba (motorik), dan variasi alat atau bahan yang dapat didengar, dilihat dan diraba (audio visual aids). - Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa. Pola interaksi guru dengan murid dalam kegiatan belajar mengajar sangat beraneka ragam coraknya. Penggunaan variasi pola interaksi dimaksudkan agar tidak menimbulkan kebosanan, kejemuan, serta untuk menghidupkan suasana kelas demi keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan.

4. Ketrampilan Menjelaskan
Yang dimaksud dengan ketrampilan menjelaskan adalah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasikan secara sistematik untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan yang lainnya. Secara garis besar komponen-komponen ketrampilan menjelaskan terbagi dua, yaitu : Merencanakan, hal ini mencakup penganalisaan masalah secara keseluruhan, penentuan jenis hubungan yang ada diantara unsur-unsur yang dikaitkan dengan penggunaan hukum, rumus, atau generalisasi yang sesuai dengan hubungan yang telah ditentukan. Dan penyajian suatu penjelasan, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : kejelasan, penggunaan contoh dan ilustrasi, pemberian tekanan, dan penggunaan balikan.

5. Ketrampilan Membuka dan Menutup pelajaran
Membuka pelajaran (set induction) ialah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk menciptakan prokondusi bagi siswa agar mental maupun perhatian terpusat pada apa yang akan dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberikan efek yang positif terhadap kegiatan belajar. Sedangkan menutup pelajaran (closure) ialah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri pelajaran atau kegiatan belajar mengajar.Komponen ketrampilan membuka pelajaran meliputi: menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberi acuan melalui berbagai usaha, dan membuat kaitan atau hubungan di antara materi-materi yang akan dipelajari. Komponen ketrampilan menutup pelajaran meliputi: meninjau kembali penguasaan inti pelajaran dengan merangkum inti pelajaran dan membuat ringkasan, dan mengevaluasi.

6. Ketrampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan, atau pemecahan masalah. Diskusi kelompok merupakan strategi yang memungkinkan siswa menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu masalah melalui satu proses yang memberi kesempatan untuk berpikir, berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif. Dengan demikian diskusi kelompok dapat meningkatkan kreativitas siswa, serta membina kemampuan berkomunikasi termasuk di dalamnya ketrampilan berbahasa.

7. Ketrampilan Mengelola
KelasPengelolaan kelas adalah ketrampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar. Dalam melaksanakan ketrampilan mengelola kelas maka perlu diperhatikan komponen ketrampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal (bersifat prefentip) berkaitan dengan kemampuan guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran, dan bersifat represif ketrampilan yang berkaitan dengan respons guru terhadap gangguan siswa yang berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat mengadakan tindakan remedial untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal.

8. Ketrampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perseorangan
Secara fisik bentuk pengajaran ini ialah berjumlah terbatas, yaitu berkisar antara 3 - 8 orang untuk kelompok kecil, dan seorang untuk perseorangan. Pengajaran kelompok kecil dan perseorangan memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap siswa serta terjadinya hubungan yang lebih akrab antara guru dan siswa dengan siswa.Komponen ketrampilan yang digunakan adalah: ketrampilan mengadakan pendekatan secara pribadi, ketrampilan mengorganisasi, ketrampilan membimbing dan memudahkan belajar dan ketrampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar.Diharapkan setelah menguasai delapan ketrampilan mengajar yang telah dijelaskan di atas dapat bermanfaat untuk mahasiswa calon guru sehingga dapat membina dan mengembangkan ketrampilan-ketrampilan tertentu mahasiswa calon guru dalam mengajar. Ketrampilan mengajar yang esensial secara terkontrol dapat dilatihkan, diperoleh balikan (feed back) yang cepat dan tepat, penguasaan komponen ketrampilan mengajar secara lebih baik, dapat memusatkan perhatian secara khusus kepada komponen ketrampilan yang objektif dan dikembangkannya pola observasi yang sistematis dan objektif.Dari delapan kompetensi yang telah dijelaskan di atas, yang paling penting bagi guru adalah bagaimana cara guru dapat menggunakan agar proses pembelajaran dapat berjalan baik. Selaha satu faktor yang dapat mengukur proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, makin banyaknya jumlah siswa bertanya.

Fareid Wadjdi, Praktik Mengajar âہ“modul Diklat Calon Widyaiswaraâ€Â�. Jakarta; LAN, 2005 ___________,
Pedoman Microteaching. Jakarta: UNJ; 2007
Moh. Uzer Usman. Menjadi Guru Profesional. PT. Remaja Rosdakarya Baru Bandung: 1990.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran terpadu
Seorang siswa Sekolah Dasar biasanya masih berpikir secara holistik atau secara menyeluruh. Mereka belum mampu untuk berpikir secara absrak,
oleh karena itu dalam pembelaran untuk anak Sekolah Dasar, terutama bagi kelas yang rendah sangat di anjurkan untuk menggunakan Pembelajaran terpadu dalam menyampaikan materi.
Pembelajaran terpadu berasal dari kata integrate teaching and learning,yang memiliki makna bahwa pendekatan ini dapat mengembangkan kemampuan anak dalam pembentukan pengetahuan berdasarkan interaksi dengan lingkungan dan pengalaman dalam kehidupannya. Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan yang mengitergrasikan beberapa mata peljaran yang terkait secara harmonis untuk memberikan belajar yang bermakna kepada siswa.
Prinsip-prinsip dasar pembelajaran terpadu:
a. The hidden curriculum. anak tidak hanya terpaku pada peryataan,atau pokok bahasan tertentu ,yang memuat pesan “tersembunyi” penuh makna bagi anak.
b. Subjects in the curriculum. Perlu dipertimbangkan mana yang perlu didahulukan dalam pemilihan pokok atau topik belajar,waktu belajar ,serta penilain kemajuan.
c. The learning environment. Lingkungsn belajar dikelas memberikan kebebasan bagi anak untuk berpikir dan berkreativitas.

Keunggulan dan kelemahan pembelajaran terpadu
Beberapa keunggulan:
1.Mendorong guru untuk mengembangkan kreatifitas,
2.Memberikan peluang bagi guru untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang utuh dan dinamis,
3.Mempermudan dan memotivasi siswa untuk mgenal,menerima dan memahami keterkaitan atau hubungan antara konsep nilai dan pengetahuan,
4.Menghemat waktu,tenaga dan sarana,

Beberapa kelemahan:
1.Dilihat dari aspek guru,
2.Dilihat dari aspek siswa ,
3.Dilihat dari aspek sarana atau sumber pembelajaran ,
4.Dilihat dari aspek kurikulum,
5.Dilihat dari sistem penilaian dan pengukurannya,
6.Dilihat dari suasana dan penekanan proses pembelajaran,

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN TERPADU, diantaranya :
Adapun model-model pembelajaran terpadu sebagaimana yang dikemukakan oleh Fogarty, R (1991: 61-65) yaitu sebanyak sepuluh model pembelajaran terpadu. Kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut adalah:

Kesatu, The Fragmented Model (model fragmen)
Yaitu model pembelajaran konvensional yang terpisah secara mata pelajaran atau model tradisional yang memisahkan secara diskrit masing-masing mata pelajaran. Keterpaduan model ini harus tercapai ketika satu satuan waktu telah ditempuh, misalnya pada satu catur wulan. Keterpaduan pada model fragmented terjadi jika siswa telah menyelesaikan seluruh runtutan kajian atau materi pelajaran yang pada akhirnya seluruh satuan-satuan konsep itu mencapai keutuhan, baik konsep, pemahaman suatu kajian, keterampilan dan nilai. Contoh: dalam satu pelajaran, terdapat materi perambatan cahaya (content), prediksi (thinking skill), dan peta konsep (organizing skill).
Menurut Padmono dalam bukunya Pembelajaran Terpadu melalui Kurikulum Terpadu dalam Satu Disiplin Ilmu, mengatakan bahwa pembelajaran terpadu melalui kurikulum terpadu fragmented terjadi jika seorang guru memiliki keinginan agar siswa setelah menempuh pembelajaran satu kurun waktu tertentu memiliki kemampuan atau kecakapan tertentu. Keuntungan pembelajaran model ini adalah siswa menguasai secara penuh satu kemampuan tertentu untuk tiap mata pelajaran, ia ahli dan terampil dalam bidang tertentu. Sedangkan kekurangannya adalah Ia belajar hanya pada tempat dan sumber belajar dan kurang mampu membuat hubungan atau integrasi dengan konsep sejenis.

Kedua, The Connected Model (Model Terhubung), yaitu dalam setiap mata pelajaran berisi konten yang berkaitan antara topik dengan topik dan konsep dengan konsep dalam satu mata pelajaran. Model ini penekanannya terletak pada perlu adanya integrasi inter bidang studi itu sendiri. Fogarti (1991) menyatakan bahwa di dalam mata pelajaran terdapat isi mata pelajaran yang dikaitkan, misalnya topik dengan topik, konsep dengan konsep, dan ide-ide yang berhubungan. Kaitan dapat diadakan secara spontan atau direncanakan terlebih dahulu sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan efektif. Dalam model connected ini secara sengaja menghubungkan kurikulum di dalam mata pelajaran melebihi dari apa yang diasumsi siswa-siswa yang akan memahami hubungan secara otomatis.
Keuntungan yang diperoleh dalam model connected ini adalah adanya hubungan antar ide-ide dalam satu mata pelajaran, anak akan memperoleh gambaran yang lebih jelas dan luas dari konsep yang dijelaskan dan siswa diberi kesempatan untuk melakukan pedalaman, tinjauan, memperbaiki dan mengasimilasi gagasan secara bertahap. Kekurangan dalam model ini, model ini belum memberikan gambaran yang menyeluruh karena belum menggabungkan bidang-bidang pengembangan/mata pelajaran lain.

Ketiga, The Nested Model ( Model Tersarang) yaitu model pembelajaran terpadu yang merupakan pengintegrasian kurikulum dalam satu disiplin ilmu dengan memfokuskan pada sejumlah keterampilan belajar yang ingin dilatihkan oleh guru kepada siswa dalam satu unit pembelajaran untuk ketercapaian materi pelajaran (content) yang meliputi keterampilan berfikir (thinking skill), keterampilan sosial (social skill), dan keterampilan mengorganisir (organizing skill) Fogarty (1991: 23).
Kelebihan model ini yaitu guru dapat memadukan beberapa keterampilan sekaligus dalam pembelajaran satu mata pelajaran, memberikan perhatian pada berbagai bidang penting dalam satu saat sehingga tidak memerlukan penambahan waktu dan guru dapat memadukan kurikulum secara luas. Kekrangannya adalah apabila taanpa perencanaan yang matang memadukan beberapa keterampilan yang menjadi targget dalam suatu pembelajaran akan berdampak pada siswa dimana prioritas pelajaran menjadi kabur.

Keempat, The Sequenced Model (Model Terurut) yaitu model pembelajaran dimana saat guru mengajarkan suatu mata pelajaran guru dapat menyusun kembali topik mata pelajaran lain dalam urutan pengajaran itu dalam topik yang sama atau relevan. Kelebihannya yaitu dengan menyusun kembali urutan topik, bagian dari unit, guru dapat mengutamakan prioritas kurikulum daripada hanya mengikuti urutan yang dibuat penulis dalam buku teks, membantu siswa memahami isi pembelajaran dengan lebih kuat dan bermakna. Sedangkan kekurangannya yaitu diperlukkan kolaborasi berkelanjutan dan fleksibilitas semua orang yang terlibat dalam content area dalam mengurutkan sesuai peristiwa terkini.

Kelima, The Shared Model (Model Terbagi) yaitu suatu model pembelajaran terpadu dimana pengembangan disiplin ilmu yang memayungi kurikulum silang. Misalnya Matematika dan IPA disejajarkan sebagai ilmu pengetahuan. Kelebihannya yaitu lebih mudah dalam menggunakannya sebagai langkah awal maju secara penuh menuju model terpadu yang mencakup empat disiplin ilmu, dengan menggabungkan disiplin ilmu serupa yang saling tumpang tindih akan memungkinkan mempelajari konsep yang lebih dalam. Sedangkan kekurangannya yaitu model integrasi antar dua disiplin ilmu memerlukan komitmen pasangan untuk bekerjasama dalam fase awal, untuk menemukan konsep kurikula yang tumpang tindih secara nyata diperlukan dialog dan percakapan yang mendalam.

Keenam, The Webbed Model (Model Jaring Laba-laba) yaitu merupakan salah satu model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik. Menurut Padmono dalam bukunya Pembelajaran Terpadu menyatakan Webbed menyajikan pendekatan tematik untuk mengintegrasikan mata pelajaran. Satu tema yang subur dijaring laba-labakan untuk isi kurikulum dan mata pelajaran. Mata pelajaran menggunakan tema untuk menyelidiki keseuaian konsep, topik, dan ide-ide. Karakteristik pendekatan tema ini untuk mengembangkan kurikulum dimulai dengan satu tema misalnya “transportasi”, “penyelidikan”, dan lain-lain.
Contoh dari penggunaan pembelajaran model ini adalah: siswa dan guru menentukan tema misalnya air, maka guru-guru mata pelajaran dapat mengajarkan tema air itu ke dalam sub-sub tema misalnya siklus air, kincir angin, air waduk, air sungai, bisnis air dari PDAM yang tergabung dalam mata pelajaran Matematika, IPS, IPA, dan Bahasa.
Keuntungan pendekatan jaring laba-laba untuk mengintegrasikan kurikulum adalah faktor motivasi sebagai hasil bentuk seleksi tema yang menarik perhatian paling besar, faktor motivasi siswa juga dapat berkembang karena adanya pemilihan tema yang didasarkan pada minat siswa. Sedangkan kelemahan model ini adalah banyak guru sulit memilih tema. Mereka cenderung menyediakan tema yang dangkal sehingga kurang bermanfaat bagi siswa, dan guru seringkali terfokus pada kegiatan sehingga materi atau konsep menjadi terabaikan.

Ketujuh, The Threaded Model (Model Pasang Benang) yaitu model pembelajaran yamg menfokuskan pada metakurikulum yang menggantikan atau yang berpotongan dengan inti materi subjrk. Misalnya untuk melatih keterampilan berpikir (problem solving) dari beberapa mata pelajaran dicari materi yang merupakan bagian dari problem solving. Seperti pada komponen memprediksi, meramalkan kejadian yang sedang berlangsung, mengantisipasi sebuah bacaan dan sebagainya.
Keuntungan dari model ini antara lain: konsep berputar sekitar metakurikulum yang menekankan pada perilaku metakognitif; materi untuk tiap mata pelajaran tetap murni, dan siswa dapat belajar bagaimana seharusnya belajar di masa yang akan datang sesuai dengan laju perkembangan era globalisasi. Sedangkan kelemahannya yaitu hubungan isi antar materi pelajaran tidak terlalu ditunjukkan sehingga secara eksplisit siswa kurang dapat memahami keterkaitan konten antara mata pelajaran satu dengan yang lainnya.

Kedelapan, The Integrated Model ( Model Integrasi) yaitu pembelajaran yang menggabungkan bidang studi denggan cara menemukan keterampilan, konsep dan sikap yang saling berhubungan di dalam beberapa bidang studi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan antar bidang studi. Padmono dalam bukunya Pembelajaran Terpadu mengatakan bahwa model integrated kurikulum menyajikan satu pendekatan penyebrangan mata pelajaran mirip dengan model “Shared”. Model integrated memadukan mata pelajaran dengan latar prioritas kurikulum pada tiap penemuan keterampilan-keterampilan, konsep-konsep, dan sikap-sikap yang tumpang tindih mata pelajaran tersebut.
Keuntungan dari model ini yaitu siswa saling mengaitkan, saling menghubungkan diantara macam-macam bagian dari mata pelajaran. Keterpaduan secara sukses diimplementasikan, pendekatan belajar yang lingkungan belajar yang ideal untuk hari terpadu (integrated day) secara eksternal dan untuk keterpaduan belajar untuk fokus internal. Selain itu model ini juga mendorong motivasi murid. Sedangkan kelemahannya yaitu model ini sulit dilaksanakan secara penuh; membutuhkan keterampilan tinggi, percaya diri dalam prioritas konsep, keterampilan dan sikap yang menembus secara urut dari mata pelajaran; dan membutuhkan model tim ahli pada bidang dan merencanakan dan mengajar bersama.

Kesembilan, The Immersed Model ( Model Terbenam) yaitu model pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran dalam satu proyek. Misalnya seorang mahasiswa yang memperdalam ilmu kedokteran maka selain Biologi, Kimia, Komputer, Ia juga harus mempelajari fisika dan setiap mata pelajaran tersebut ada kesatuannya. Model ini merupakan satu dari model yang memungkinkan pelajar menyeberang dan atau tetap di dalam mata pelajaran tenggelam dalam minat dan kemaunnya untuk belajar.
Kelebihan dari model ini adalah setiap siswa mempunyai ketertarikan mata pelajaran yang berbeda maka secara tidak langsung siswa yang lain akan belajar dari siswa lainnya. Mereka terpacu untuk dapat menghubungkan mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan kekurangan dari model ini adalah siswa yang tidak senang membaca akan mendapat kesulitan untuk mengerjakan proyek ini, sehingga siswa menjadi kehilangan minat belajar.

Kesepuluh, The Networked Model ( Model Jaringan) yaitu model pembelajaran yang berupa kerjasama antara siswa dengan seorang ahli dalam mencari data, keterangan, atau lainnya sehubungan dengan mata pelajaran yang disukainya atau yang diminatinya sehingga siswa secara tidak langsung mencari tahu dari berbagai sumber.

Sumber dapat berupa buku bacaan, internet, TV, atau teman,
Drs.udin saefuddin saud,m.Ed.Ph.D. Drs.ade rukmana Dra.novi resmini m.pd. Penerbit : UPI PRESS

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sahabat

Sahabat adalah teman yang selalu ada.
Mengerti dan memahami kita dalam setiap kondisi.
Saling menyapa dan mengingatkan dalam kebaikan.
Mungkin kita takkan bisa selalu bersama.
Mungkin jarak dan waktu akan memisahkan kita.
Tapi ingatlah, kalian akan selalu ada di hatiku.
Sahabat-sahabatku.....

You'll always be a part of me...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

KECERDASAN


Kecerdasan
ialah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu. Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa IQ merupakan usia mental yang dimiliki manusia berdasarkan perbandingan usia kronologis.
Faktor yang memengaruhi kecerdasan
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kecerdasan, yaitu:
-       Faktor Bawaan atau Biologis
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan.
-       Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
-          Faktor Pembentukan atau Lingkungan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi.
-          Faktor Kematangan
Dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
-          Faktor Kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya

Pengukuran taraf kecerdasan
Salah satu uji kecerdasan yang diterima luas ialah berdasarkan pada uji psikometrik atau IQ. Pengukuran kecerdasan dilakukan dengan menggunakan tes tertulis atau tes tampilan (performance test) atau saat ini berkembang pengukuran dengan alat bantu komputer. Alat uji kecerdasan yang biasa di pergunakan adalah :
  • Stanford-Binnet intelligence scale
  • Wechsler scales yang terbagi menjadi beberapa turunan alat uji seperti :
    • WB (untuk dewasa)
    • WAIS (untuk dewasa versi lebih baru)
    • WISC (untuk anak usia sekolah)
    • WPPSI (untuk anak pra sekolah)
  • IST
  • TIKI (alat uji kecerdasan Khas Indonesia)
  • FRT
  • PM-60, PM Advance
Dalam Eutyphron, Plato mengungkapkan sebuah dialog ketika Socrates bertanya kepada Eutyphro, “Aku ingin tahu apa yang merupakan karakteristik dari kesalehan (piety, ada pula yang menerjemahkannya dengan goodness/kebaikan) yang membuat seluruh tindakan menjadi saleh … yang dapat aku rujuk dan aku pergunakan sebagai pedoman untuk menilai tindakan-tindakanmu dan tindakan-tindakan orang lain.” Dengan kata lain, Socrates menanyakan suatu ‘algoritma’ yang membedakan antara pikiran dan perbuatan yang saleh/baik, dari pikiran dan perbuatan yang tidak saleh/tidak baik, dengan ini ia sekaligus mendefinisikan kecerdasan secara bersahaja namun dengan makna yang dalam. Aristoteles kemudian mengerjakan pekerjaan rumahnya ini dengan memformulasikan seperangkat kaidah-kaidah formal yang mengatur alur penalaran pikiran rasional yang saleh sebagai apa yang kemudian kita sebut logika. Aristoteles mengembangkan sebuah sistem silogisme formal untuk alur penalaran yang valid, yang secara prinsip memungkinkan seseorang untuk memperoleh kesimpulan yang benar dari premis-premis awalnya.

Nampak jelas di sini bahwa gagasan tentang kecerdasan yang merupakan kemampuan untuk berpikir dan melakukan tindakan-tindakan yang benar/saleh–dalam konteks praktis: problem-solving capacity–dirumuskan dalam kemampuan untuk berpikir menurut kaidah-kaidah formal penalaran yang baik: kemampuan untuk berpikir logis. Tapi pekerjaan rumah Aristoteles tidak berhenti di sini, karena ia pun meyakini adanya suatu fakultas penalaran intuitif dalam diri manusia, yang juga saleh tapi tidak dalam konteks logikanya. Kita merasakan adanya sebuah reduksi nuansa makna dalam yang kemudian berlanjut hingga peradaban modern kini, karena kesalehan dalam pertanyaan Socrates agaknya tidak hanya dalam nuansa praktis (saleh dalam pengertian misalnya ketika menyeberang lihat kiri-kanan, ketika ada ancaman menghindar, ketika ada sesuatu merespon dengan sesuatu itu dengan tepat, dll.), namun juga dalam nuansa lain yang tidak dapat kita temukan hanya melalui pengelaborasian sisi eksistensi manusia saja.

IQ, EQ, dan SQ

Memasuki abad ke-20 kita mengenal sebuah istilah populer yang berkaitan dengan kecerdasan IQ, Intelligent Quotient. Sekarang ini hampir sulit menemukan ada istilah lain selain IQ yang demikian sangat mempengaruhi seseorang dalam memandang diri mereka sendiri dan orang lain. Adalah psikolog berkebangsaan Prancis, Alfred Binet, yang pada tahun 1905 menyusun suatu test kecerdasan terstandardisasi untuk pertama kalinya. Berbeda dengan bagaimana IQ diposisikan kini dalam cara masyarakat memandang dan mengklasifikasikan individu-individu, pada awalnya Binet justru merancang test kecerdasannya ini untuk mengidentifikasi pelajar-pelajar di sekolahnya saat itu yang membutuhkan bantuan khusus, dan bukannya untuk mencari anak-anak yang berbakat luar biasa seperti yang berlangsung di kemudian hari. Lebih jauh lagi, Binet berusaha untuk memastikan bahwa anak-anak yang memiliki persoalan-persoalan dalam perilaku ini tidak lantas dianggap secara terburu-buru hanya sebagai orang yang bodoh/tidak cerdas.
Test yang dikembangkan oleh Binet ini tak lama kemudian disusun kembali oleh Lewis Terman, seorang profesor dalam bidang psikologi dari Stanford University di US. Terman menggagaskan untuk memformulasikan suatu skor nilai yang disebutnya sebagai IQ–Intelligent Quotient–yang diperoleh dengan cara membagi ‘umur mental’ seseorang (yang didapat dari test kecerdasan Binet) dengan umurnya yang sebenarnya atau umur kronologisnya.
Sekarang metoda test IQ masih digunakan terutama–seperti yang pertama kali diharapkan oleh Binet–untuk keperluan membantu para pelajar yang memerlukan pelajaran tambahan dan perhatian ekstra.
Pandangan ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teori kecerdasan abad ke-19–paduan antara sains dan sosiologi–yang dipelopori oleh sepupu Charles Darwin, Francis Galton, pada akhir abad ke-19 secara terpisah dari apa yang dikerjakan Binet saat itu. Galton juga meyakini bahwa jika orang-orang yang memiliki banyak atribut kecerdasan ini dapat diidentifikasi dan diletakkan dalam jabatan-jabatan kepemimpinan yang strategis, maka seluruh lapisan masyarakat akan memperoleh manfaatnya. Ketika itu juga berkembang paham eugenics–populer di Eropa dan US sebelum akhirnya Hitler menyadarkan mereka betapa mengerikannya gagasan itu–yang meyakini bahwa kecerdasan pada umumnya diwariskan lewat garis keturunan dan oleh karena itu orang-orang yang kurang cerdas harus didorong agar tidak melakukan reproduksi. Gerakan ini juga menggunakan IQ sebagai metoda justifikasinya.

Meritokrasi–yang jika diterjemahkan dalam prasangka baik–pada dasarnya bertujuan untuk mengaktualisasikan dan mengoptimalkan potensi-potensi setiap warga negaranya demi kepentingan bersama, karena satu dan lain hal, menyebabkan terbentuknya kelas-kelas status sosial serta memperlebar jurang antar kelas. Ironis sekali bahwa gagasan yang pada dasarnya cukup baik ini, terpaksa harus membatasi kesempatan banyak orang hanya karena potensi-potensi mereka tidak terukur oleh metoda test kecerdasan konvensional–test IQ. Hal ini melahirkan gelombang gerakan protes dan kritik dari berbagai kalangan, yang sebenarnya telah bermula sejak gagasan IQ diterima kalangan luas. Gerakan anti-IQ yang paling signifikan terjadi di Inggris sekitar tahun 1960-an. Ketika itu, mengadopsi sistem seleksi berbasis IQ yang sangat ketat bagi anak-anak berumur belasan tahun yang masuk ke sekolah-sekolah negeri. Gerakan ini secara umum tidak ditujukan pada metoda itu sendiri, namun pada penerapannya yang kurang bijaksana. Jadi secara konseptual, masyarakat luas tetap menyadari arti penting aspek kecerdasan ini sebagai satu-satunya aspek yang dominan dalam mengkarakterisasi diri manusia. Kritik terhadap IQ sendiri tidak menjadi pendorong yang utama untuk gerakan anti-IQ yang justru semakin meluas memasuki dekade berikutnya.

Bahkan pada tahun 1971 US Supreme Court telah memutuskan untuk menghapuskan penggunaan metoda test IQ untuk masalah-masalah perekrutan dan kepegawaian, kecuali dalam kasus-kasus tertentu.
Yang perlu ditekankan di sini bukanlah pada betapa test IQ itu ternyata kurang efektif dalam menyeleksi orang berdasarkan aspek kecerdasannya saja, namun pada betapa konsep kecerdasan ini telah membentuk konsepsi diri manusia yang parsial dan reduksionistik–sebagai akibat dari ketiadaan konsep diri manusia seutuhnya dalam tradisi filosofis dan budaya barat yang berlaku saat itu hingga kini. Barangkali akan lain halnya, jika konsep dan metoda test kecerdasan IQ ini muncul dalam tradisi filosofis yang memandang potensi-potensi diri manusia secara utuh. Besar kemungkinannya gagasan IQ ini akan melengkapi konsepsi integral yang ada ke dalam sebuah kerangka kerja yang koheren dengan sebuah metoda praktis yang akan bermanfaat dalam memahami dan menyelidiki fenomena kesadaran manusia lebih jauh lagi.
Meski respon kritis secara teoritik atas penaksiran kecerdasan berbasis IQ ini telah muncul sejak sebermula awal masa kelahirannya, namun baru satu dekade akhir abad ini kita mengenal suatu rumusan-rumusan psikologi populer yang mengemas kontribusi-kontribusi studi dan riset dari para penyelidik kecerdasan sebelumnya dengan cukup baik. Dalam awal tahun 1990-an kita mengenal istilah Emotional Intelligence diusulkan oleh Daniel Goleman. Belakangan ini menjadi populer pula istilah Spiritual Intelligence, yang diusulkan oleh pasangan Danah Zohar dan Ian Marshall. Meski secara esensial tidak terdapat sebuah terobosan ilmiah yang betul-betul baru dalam gagasan-gagasan mereka ini, namun para pakar ini telah berhasil mensintesakan, mengemas, dan mempopulerkan sekian banyak studi dan riset terbaru di berbagai bidang keilmuan ke dalam sebuah formulasi yang cukup populer untuk menunjukkan bahwa aspek kecerdasan manusia ternyata lebih luas dari sekedar apa yang semula biasa kita maknai dengan kecerdasan.

Goleman mempopulerkan pendapat para pakar teori kecerdasan bahwa ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi secara aktif dengan aspek kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas penggunaan kecerdasan yang konvensional tersebut. Ia menyebutnya dengan istilah kecerdasan emosional dan mengkaitkannya dengan kemampuan untuk mengelola perasaan, yakni kemampuan untuk mempersepsi situasi, bertindak sesuai dengan persepsi tersebut, kemampuan untuk berempati, dll. Jika kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita tidak akan mampu untuk menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif, demikian menurut Goleman.

Sementara itu Zohar dan Marshall mengikutsertakan aspek konteks nilai sebagai suatu bagian dari proses berpikir/berkecerdasan dalam hidup yang bermakna, untuk ini mereka mempergunakan istilah kecerdasan spiritual (SQ). Indikasi-indikasi kecerdasan spiritual ini dalam pandangan mereka meliputi kemampuan untuk menghayati nilai dan makna-makna, memiliki kesadaran diri, fleksibel dan adaptif, cenderung untuk memandang sesuatu secara holistik, serta berkecenderungan untuk mencari jawaban-jawaban fundamental atas situasi-situasi hidupnya, dll. Sebagai konsekuensi melibatkan konteks nilai dan makna dalam aspek berkecerdasan manusia, maka SQ sebetulnya mengalamati pelik-pelik ontologis dan epistemologis dalam mencermati aspek-aspek kecerdasan/kesadaran diri manusia secara utuh. Di sini barangkali kita bisa berharap akan adanya sebuah sintesa bangunan kerangka kerja yang koheren dan komprehensif untuk mendekati konsepsi diri manusia dengan segenap aspek-aspeknya yang tak terpisahkan, meskipun pada kenyataannya Zohar tidak menyelesaikan masalah ini dengan cukup terperinci dan lebih memusatkan perhatiannya pada aspek-aspek aplikasi praktisnya.

Namun, EQ dan SQ ini pun pada dasarnya tidak akan banyak membantu kita–yang telah terbiasa memahami apa-apa yang berlangsung di dalam benak kita dalam istilah-istilah intelligent dan quotient–seandainya kita tidak memiliki visi yang fundamental dan menyeluruh dalam memandang aspek-aspek kedirian manusia secara utuh. Kita menyadari bahwa gelombang antusiasme yang berlebihan terhadap kedua formulasi kecerdasan ini alih-alih bermanfaat, mungkin malah akan berbalik membatasi dan mematikan banyak aspek dan potensi manusia yang belum terjamah. Di sisi lain, kita dituntut untuk sedapatnya memanfaatkan formulasi kecerdasan ini dalam rangka membangun sebuah konsepsi manusia yang utuh, radikal dan fundamental serta menerjemahkannya secara strategis dalam langkah-langkah praktis agar dapat mengatasi masalah-masalah aktual di negeri kita.
 
Neuroscience dan Kesadaran Manusia

Seperti telah terungkap di atas, secara umum EQ dan SQ memiliki kesepakatan untuk memandang aspek-aspek kecerdasan manusia lebih dari sekedar aspek kognitif konvensional yang terukur dengan metoda test IQ. Keduanya pun sama-sama dirumuskan berdasarkan hasil-hasil penelitian dalam bidang psikologi dan neuroscience terbaru, yang semakin berkembang terutama akibat kemajuan teknologi instrumentasi kedokteran yang dapat mengamati aktivitas-aktivitas vital sistem syaraf pusat dan organ-organ lainnya dengan metoda visualisasi yang cukup canggih. Hasil-hasil penelitian ini, terutama dalam bidang neuroscience, digunakan sebagai basis untuk mendukung formulasi-formulasi EQ dan SQ. Sementara EQ merujuk pada penemuan-penemuan penting dari Joseph LeDoux tentang fungsi organ amigdala pada batang rongga otak, maka SQ merujuk pada hasil-hasil penelitian terutama dari Rudolfo Llinas tentang proses-proses gelombang elektromagnetik (electroencephalogram dan magnetoencephalogram) syaraf pusat yang berfungsi sebagai pengintegrasi persepsi.

LeDoux mengamati bahwa gejala-gejala emosi yang sebelumnya dianggap berlangsung sebagai akibat dari aktivas-aktivitas fungsional otak besar, neokorteks dan sistem limbik, ternyata sebagian besar berlangsung pula sebagai akibat dari organ amigdala yang terletak di bagian dalam tengah otak kita. Dalam eksperimennya, LeDoux mengamati bahwa organ ini mengalami peningkatan aktivitas seiring dengan respon-respon emosional manusia. Ketika syaraf sensorik kita teraktivasi oleh respon inderawi dari luar (misalnya retina mata kita yang menerima cahaya/objek visual dan mengaktifkan syaraf optik), maka impuls syaraf ini akan diterima oleh thalamus–sebuah bagian di dalam otak yang menerjemahkan stimuli impuls syaraf menjadi bentuk-bentuk yang dipahami oleh otak–untuk memudian diterima oleh neokorteks dan korteks visual yang mengolahnya dan merangsang amigdala apabila stimulinya bersifat emosional. Namun ternyata menurut LeDoux, sebagian besar sinyal semula dari thalamus ini langsung menuju amigdala tanpa melewati neokorteks/tanpa melalui proses konvensional, dengan transmisi yang lebih cepat sehingga memungkinkan terjadinya respon yang lebih cepat (meskipun relatif kurang akurat). Jadi LeDoux meyakini bahwa amigdala dapat memicu suatu respon-respon yang terkait dengan aktivitas emosional sebelum otak besar kita memahami betul apa yang terjadi, bahkan lebih jauh lagi sistem emosi ternyata dapat bekerja sendiri tanpa partisipasi kognitif: perasaan memiliki kecerdasannya sendiri. Bukti ilmiah inilah yang dijadikan sebagai pendukung argumentasi Goleman bahwa EQ adalah syarat utama penggunaan IQ secara efektif, yang kemudian mengkaitkan beberapa sikap mental tipikal yang terkait dengan EQ–kesadaran untuk memahami perasaan diri sendiri dan orang lain, empati, kasih-sayang, motivasi, serta kemampuan untuk merespon secara wajar atas situasi-situasi bahagia atau sedih.
Sistem ‘kognisi’ emosional yang dijelaskan oleh LeDoux terjadi melalui aktivitas-aktivitas fungsional organ-organ syaraf pusat di kepala kita, terbentuk dari suatu interaksi paralel dari ratusan ribu jalinan sel syaraf yang terhubung dan bekerja secara paralel dalam suatu kumpulan jaringan syaraf yang amat masif. Jaringan syaraf inilah yang melandasi dinamika sistem emosional sebagaimana yang diungkapkan oleh Goleman. Menurutnya, jaringan yang bekerja secara paralel ini bertanggung jawab terhadap aspek-aspek kecerdasan emosional yang seluruhnya terkait dengan dorongan-dorongan perasaan, pembentukan kebiasaan/habituasi, dan pengenalan pola-pola. Mekanisme syaraf yang paralel ini melengkapi mekanisme lintasan-lintsan jalur syaraf yang terhubung secara serial yang memungkinkan otak besar kita untuk menelusuri aturan-aturan, untuk berpikir secara logis dan rasional, dan sekuensial yakni aspek-aspek kognisi yang biasa kita kaitkan dengan kecerdasan IQ.


Daftar Pustaka:
1.        Bateson, Gregory; Steps to an Ecology of Mind. New York: Ballantine, 1972
2. Bateson, Gregory; Mind and Nature. New York: Ballantine, 1979
3. Capra, Fritjof; The Web of Life, HarperCollins, London, 1996
4. Goleman, Daniel, Kecerdasan Emosional (terjemahan), cet. VII, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997
5. LeDoux, Joseph; Emotion, Memory and The Brain, Scientific American, edisi June, 1994
6. Llinas, Rudolfo dan Urs Ribary; Coherent 40-Hz Oscillation Characterizes Dream State in Humans, Proceeedings of The National Academy of Science, USA, 1993
7. Maturana, H. R. dan F. J. Varela; Autopoiesis: The Organization of the Living, dalam “Autopoiesis and Cognition: The Realization of the Living”, Dordrecht: D. Reidel Publishing Company, 1973
8. Prigogine, Ilya dan Isabelle Stengers; Order out of Chaos, New York: Bantam Books, 1984
9. Russel, Stuart and Peter Norvig; Artificial Intelligence: A Modern Approach, Prentice-Hall Inc., New Jersey, 1995
10.Zohar, Danah and Ian Marshall, Spiritual Intelligence : The Ultimate Intelligence, Bloomsbury, London, 2000

                        http://id.wikipedia.org/wiki/Abstrak
                         http://alangalangkumitir.wordpress.com/category/kecerdasan-iq-eq-dan-sq/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS